MITOS KISAH "BUS HANTU" DAN ADAB SAFAR BAGI SEORANG MUSLIM
Kisah tentang 'Bus Hantu' menjadi perbincangan populer di dunia maya pada Selasa, 25 Juni 2019. Melalui akun Instagram, seorang warganet bernama Hebbie Agus Kurnia menceritakan melakukan perjalanan dari Bekasi Timur ke Bandung dalam waktu singkat dengan menumpang sebuah bus berbau anyir. Ia mengaku tak dipungut sepeser uang pun oleh kondektur bus. Para penumpang bus, masih menurut pengakuan Hebbie, terlihat pucat dan kaku.
Di tahun 2017 lalu, ada kejadian yang tak kalah mengerikan dari cerita di atas. Melansir dari laman Tanah Nusantara , pada waktu itu, ada seorang karyawati pabrik menunggu bus pada pukul 21.00. Akhirnya, ada juga bus jurusan Banyuwangi-Surabaya yang lewat. Ia pun memberhentikan kendaraan umum itu dan ternyata banyak penumpang di dalamnya. Setelah wanita ini duduk, dirinya melihat semua penumpang tertidur dengan mengenakan kain putih.
Ia tidak menaruh curiga pada awalnya, namun dirinya merasa ada yang aneh ketika turun dari bus. Si karyawati diturunkan di tempat yang tidak biasanya. Semua pun terjawab, ketika ada orang menanyakan mengapa ia naik bus yang penuh dengan pocong. Setelah ia melihat lagi ke arah bus, ternyata benar kalau semuanya adalah pocong yang tengah melotot kepadanya.
Terlepas dari rasa percaya-tidak percaya yang muncul atas cerita bus hantu, kita tak bisa memungkiri bahwa manusia sering dihantui rasa ketakutan akan hal tersebut. Maka kewajiban bagi seorang Muslim harus selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dimana pun berada, seperti dalam safar.
Adab Safar Bagi Seorang Muslim
Tentunya kita yang sering safar, orang-orang kini menamakannya dengan travelling. Safar tak hanya bermakna senang-senang. Bepergian dengan maksud mencari ilmu, amanah pekerjaan, dan dalam rangka ibadah, seperti umrah dan haji, juga bermakna safar.
Kita percaya agama Islam diturunkan lengkap dengan perangkat-perangkat adab dan akhlak. Rasulullah SAW sendiri hadir untuk menyempurnakan akhlak. Akhlak dan adab tersebut juga termaktub dalam safar. Ada beberapa adab yang selaiknya diperhatikan sebelum, saat, dan sesudah safar.
Sebelum bepergian, hendaknya memperbanyak ampunan dari Allah SWT. Manusia, selain Nabi SAW, sehebat apa pun dia, tak mungkin luput dari salah dan khilaf. Kita yang lemah ini juga tak paham kapan dan dengan cara apa, Allah SWT akan kembali memanggil.
Memperbanyak istighfar selain untuk memohon ampun, juga untuk menguatkan diri. Rasa lega dalam hati amat berguna untuk menghadapi perjalanan. Kita tak pernah paham dalam perjalanan nanti apa saja yang akan kita temui.
Jika kita memiliki tanggungan dan amanah, hendaknya kita selesaikan sebelum menempuh safar. Utang, barang titipan, hendaknya kita kembalikan. Selesaikan janji-janji yang sudah terucap sebelum pergi.
Siapkan pula perbekalan yang cukup dan tentu saja halal kepada keluarga yang ditinggal. Hitung berapa lama kira-kira kita akan safar, lalu cukupkan kebutuhan keluarga yang kita tinggalkan. Termasuk, meninggalkan wasiat kepada keluarga.
Rasulullah SAW bersabda, "Tiada hak bagi seorang Muslim yang memiliki sesuatu yang di dalamnya (harus) diwasiatkan, lantas ia bermalam sampai dua malam, melainkan wasiat itu harus (sudah) ditulis olehnya." (HR Bukhari).
Sebelum bepergian, hendaknya seseorang mengangkat pemimpin di antara mereka yang bepergian. Jika hanya tiga orang, angkat salah satu di antaranya menjadi pemimpin perjalanan. Hakikat pemimpin untuk ditaati. Sehingga, saat ada kejadian di luar perkiraan, keputusan pemimpin yang harus dipakai.
Rasulullah SAW bersabda, "Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan." (HR Abu Daud).
Pamit. Rata-rata memang kita tak melupakan ritual yang satu ini. Pamit kepada orang-orang tercinta dan yang ditinggalkan. Minta doa supaya perjalanan yang ditempuh lancar.
Saat sudah melakukan perjalanan, jangan lupakan zikir. Mengingat Allah bisa dilakukan sepanjang waktu dan keadaan. Khusus dalam perjalanan, Rasulullah SAW mencontohkan agar setiap Muslim memerhatikan jalan yang ia tempuh. Jika jalanan mendaki, lafalkan takbir, jika jalanan turun, ucapkan tasbih.
Selain itu, saat safar juga saat diistijabahnya doa. Maka, banyak-banyaklah mengumamkan doa. Meminta kebaikan bagi diri, keluarga, dan Muslimin seluruhnya. Rasulullah SAW bersabda, "Tiga doa yang pasti dikabulkan (mustajab) dan tidak ada keraguan lagi tentangnya, doanya seorang yang dizalimi, doanya musafir, dan doa buruk orang tua terhadap anaknya." (HR Ahmad).
Setelah menyelesaikan semua urusan, saatnya kembali ke rumah. Masih ada adab-adab yang harus diperhatikan. Meski rasa rindu untuk pulang sudah menghunjam, janganlah terburu-buru. Beritahukanlah kedatangan kepada keluarga agar mereka siap mengambut kita. Terutama, jika waktu kedatangan kita adalah malam hari. Sehingga, tidak mengganggu keluarga yang sedang istirahat.
Hal ini berdasar dari hadis Nabi SAW, "Rasulullah SAW tidak pernah mengetuk pintu (rumah keluarganya), tidak pula masuk (ke rumah setelah pulang dari bepergian), kecuali pada pagi hari atau sore hari." (HR Bukhari). (Di atas Bus Malam Rosalia Indah, Perjalanan Kembali ke Jawa, 02 Juli 2019)
Komentar
Posting Komentar